Selasa, 13 Oktober 2015

Teknologi Pengawetan Pangan

SUSU PASTEURISASI
Oleh : Ladyamayu Pinasti


Pasteurisasi merupakan proses termal dengan suhu sedang (mild heat treatment) yang diberikan pada produk pangan, biasanya dibawah suhu 1000C. tujuan pasteurisasi adalah membunuh mikroba vegetative tertentu, terutama pathogen dan inaktivasi enzim. Metode pengawetan ini mempunyai pengaruh terhadap perubahan karakteristik sensoris dan nutrisi produk pada minuman.

Pasteurisasi panas pada susu perlu dilakukan untuk mencegah pemularan penyakit dan mencegah kerusakan karena mikroorganisme dan enzim. Kondisi pasteurisasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang dibawa oleh  susu, dengan mengurangi seminimum mungkin kehilangan zat gizinya  dan sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu mentah segar. Bila dilaksanakan dengan tepat, pasteurisasi dapat menghancurkan semua organisme patogen. Beberapa cara pasteurisasi dngan panas telah dikembangkan dimana 2 cara yang umum dikenal adalah holding method dan high temperature short time (HTST).

A. Cara – Cara Pasteurisasi
Dalam holder method sejumlah besar susu dipanaskan seluruhnya sampai suhu tertentu selama jangka waktu tertentu. Waktu dan suhu yang biasa dipergunakan adalah 30 menit dan suhu 650C. Suhu diatas 660C menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya lapisan tipis di sekitar butiran lemak sehingga mengurangi kecenderungan susu tersebut untuk membentuk lapisan krim. Dalam metode HTST, susu ditahan selama 15-16 detik pada suhu 71,70C dan 750C dengan menggunakan alat pemanas berbentuk lempengan (plate heatexchanger), suatu sistem dimana pengawasan suhu harus dijaga sebaik mungkin.

Untuk mencegah timbulnya bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah terpasteurisasi, produk itu harus didinginkan dengan cepat sesudah dipanaskan. Baik prosedur “holdr” maupun HTST, menghancurkan 90 – 91% bakteri yang ada didalam susu, dengan kemungkinan kerusakan yang sangat kecil bagi laktosa, casein dan unsur lemak, akan tetapi vitamin C dapat dirusak oleh cara – cara ini.

Pasteurisasi dengan cara menumbuhkan hidrogen peroksida telah digunakan dibeberapa negara, meskipun hal itu tidak diizinkan di negara – negara seperti Australia, Amerika Serikat atau Inggris karena adanya teknik pasteurisasi dengan panas. Dalam penggunaan hidrogen peroksida, kira-kira 0,03-0,04 % hidrogen peroksida ditambahkan pada susu segera sesudah pemerahan. Penambahan selanjutnya diperlukan sesudah 12-20 jam karena enzim katalase didalam susu dapat menghancurkan hidrogen peroksida tersebut. Ahir-akhir ini suatu proses pasteurisasi baru, yang disebut Ultra High Temterature (UHT) telah dikembangkan. Susu dipanaskan sampai 1250C selama 15 detik atau 1310C selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan dibawah tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran (turbulence) dan mencegah terjadinga pembakaran susu pada lempeng-lempeng alat pemanas. Susu yang dihaslkan boleh dikatakan steril dan bila dikemas secara aseptik dapat disimpan pada suhu kamar biasa selama beberapa bulan.



B. Pengujian Kecukupan Pasteurisasi
Masih aktifnya enzim fosfatase dianggap sebagai uji yang dapat dipercaya untuk membuktikan apakah susu telah cukup dimasak dengan panas, karena enzim ini terdapat dalam susu segar mentah, dan diinaktifkan baik oleh prosedur pasteurisasi holder maupun HTST.. Penting sekali diingat bahwa pasteurisasi tidak berarti sterilisasi , dan oleh karenanya, beberapa mikroorganisme diharapkan masih dapat tahan terhadap pasteurisasi. Pasteurisasi harus dapat mematikan semua bakteri patogen, ragi, jamur dan juga sebagian besar sel-sel vegetatif pada bakteri. Bakteri yang tahan hidup yang dapat diklasifikasikan sebagai organisme tahan panas atau thermoduric termasuk kelompok - kelompok bakteri yang berbeda beda. Diantara yang tahan terhadap proses pasteurisasi adalah bakteri asam laktat, seperti Streptocucus thermophilus, Lactobacillus lactis dan Lactobacillus thermophilus. Jenis-jenis tertentu daripada Micrococcus juga tahan hidup dan mungkin dapat mengakibakan kerusakan selanjutnya pada susu yang telah di pasteurisasi, seperti dapat diduga anggota kelompok pembentukan spora. Bacillus dan Clostridium juga tahan pasteurisasi dan juga dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada produk.

Peraturan kesehatan masyarakat memberi patiokan untuk mutu sehat bagi susu dan produk susu, supaya tersedia produk-produk yang sehat dengan kandungan bakteri yang rendah dan bebas dari organisme, patogen. Uji mikrobiologis rutin diadakan supaya selalu memenuhi standar. Susu biasanya diuji sebelum dan sesudah pengolahan.

Prosedur penentuan koloni mikroorganisme yang masih hidup (viable plate count) telah digunakan secara meluas. Penghitungan mikroorganisme langsung dengan olesan berwarna dari contoh susu ajuga telah digunakan tetapi banyak kerugiannya. Uji reduksi dengan zat warna methylene blue atau resazurin banyak digunakan sebagai dasar pengujian rutin dari mutu sus mentah. Metode reduksi dengan menggunakan zat warna yang manapun tidak memberikan pengukuran jumlah bakteri dalam susu, teapi cara ini menunjukkan tingkat kegiatan dari jenis-jenis bakteri tertentu dan dengan demikian memungkinkan klasifikasi susu sebagai susu yang dapa diterima dan tidak untuk tingkat atau kegunaan tertentu. Karena organisme ini tumbuh di dalam susu yang sedang di uji, organisme-organisme ini akan menghabiskan oksigen yang ada dan menurunkan potensial oksidasi reduksi. Hal ini mengakibatkan indikator zat warna berubah warnanya. Waktu yang diperlukan untuk mengubah warna atau mengurangi zat warna secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada.

Daftar Pustaka
Estiasih Teti, Ahmadi K, 2009, Teknologi Pengolahan Pangan, Jakarta, Bumi Aksara.

Buckle, Edwards, Fleet, Wooton, penerjemah Adiono.P.H, 2010, Ilmu Pangan, Jakarta, Universitas Indonesia (UI press).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar