Makanan Dalam
Perspektif Islam
Oleh : Ladyamayu
Pinasti
A. A. Makna Makanan
Dalam Al-Qur’an Penyebutan kata makanan yang sering
dipakai adalah “akala, Adapun kata-kata lain yang mengadopsi arti makanan dalam
hadis sering di jumpai dengan kata”ghidza”. Makanan dalam bahasa arab yakni,
at'imah. Kata At'imah merupakan jamak dari katatha’am yang menurut etimologi
berarti segala sesuatu atau apa-apa yang bisa dimakan.
Menurut bahasa makanan adalah nomina yang di sandang
pada sesuatu yang dapat dimakan dan mendukung kesehatan badan (Thawilah, 2012)
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung
zat-zat gizi dan unsur – unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi
leh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2019).
Makanan adalah pemelihara kehidupan, semua makhluk
hidup yang diciptakan Allah SWT di permukaan bumi, baik manusia, binatang
maupun tumbuhan mutlak memerlukannya. Makanan memberikan kekuatan essensial
bagi kehidupannya, menyuplai unsur – unsur yang akan membentuk sel tubuhnya dan
memperbaharui yang rusak. (Mahran, 2006)
B. Hukum Mengkonsumsi Makanan
Segala sesuatu yang diperbuat seseorang dalam
hidupnya, oleh Islam siikat dengan tujuan mulia kehidupannya, yaitu beribadah
kepada Allah SWT. Mngkonsumsi makanan merupakan cara untuk menjaga kelangsungan
hidup dan memelihara kesehatan. Dengan begitu, ia bisa bertaqwa, taat `d`an``
beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, hokum mengkonsumsi makanan beda-beda,
sesuai kondisi masing-masing orang.
Ada makanan yang dihukumi wajib, yaitu jika tidak
mengkonsumsinya mengakibatkan kematian. Maka, barangsiapa menolak memakan
bangkai dalam keadaan darurat hingga menyebabkan kematian, ia berdosa. Selain itu, ada yang dihukumi lazim mu’akkad
(harus), yaitu untuk menjaga agar mampu shalat sambil berdiri damudahkannya
berpuasa. Jadi tidak boleh seseorang melakukan diet sedemikian rupa sehingga
mengakibatkannya tidak mampu beribadah.
Ada yang dihukumi mubah, yaitu yang menyebabkan
kenyang untuk menambah kekuatan badan, Maka tidak mengapa setelah atau sebelum makan nasi ditambah buah-buahan.
Ada juga yang dihukumi makruh, yaitu yang melebihi batas kenyang, kecuali untuk
tujuan agar besok kuat berpuasa atau mendorong agar tamu menyantap makanan
tanpa malu-malu. Akan tetapi ada juga yang dihukumi haram, yaitu yang
berlebihan sampai memahayakan badan.
C, Substansi – Substansi yang Dilarang dan Diperbolehkan
dalam Al-Qur’an
Allah SWT mengizinkan orang-orang mukmin mengkonsumsi
makanan yang baik, yang bermanfaat bagi badan. Di sisi lain, Allah SWT
mengharamkan segala sesuatu yang buruk sewaktu masih ada pilihan, karena bisa membahayakan
badan atau agama. Segala sesuatu yang diharamkan syariat, dihukumi haram karena
keburukan yang dikandungnya, baik berupa najis maupun lainnya. Segala sesuatu
yang di perbolehkan, berarti baik dan boleh dikonsumsi.
Di dalam Al-Qur’an Allah SWT bersabda :
يَسْئَلُونَكَ ما ذا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّباتُ وَ ما عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوارِحِ مُكَلِّبينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَ اذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَريعُ الْحِسابِ
Mereka menanyakan kepadamu:" Apakah yang
dihalalkan bagi mereka" Katakanlah:" Dihalalkan bagimu yang baik-
baik dan ( buruan yang ditangkap ) oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu ( waktu melepasnya ). Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat
hisab-Nya".(An-Nahl ayat 4)
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّباتُ وَ طَعامُ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ حِلٌّ لَكُمْ وَ طَعامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَ الْمُحْصَناتُ مِنَ الْمُؤْمِناتِ وَ الْمُحْصَناتُ مِنَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنينَ غَيْرَ مُسافِحينَ وَ لا مُتَّخِذي أَخْدانٍ وَ مَنْ يَكْفُرْ بِالْإيمانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَ هُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخاسِرينَ
"Pada
hari ini dihalalkan bagimu yang baik- baik. Makanan ( sembelihan ) orang- orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi
mereka.( Dan dihalalkan mengawini ) wanita- wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita- wanita yang beriman dan wanita- wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang- orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina
dan tidak( pula )menjadikannya gundik- gundik. Barang siapa yang kafir sesudah
beriman ( tidak menerima hukum- hukum Islam ) maka hapuslah amalannya dan ia di
hari akhirat termasuk orang- orang merugi".(An Nahl ayat 5)
Daftar Pustaka :
A.T.
Wahab Abdul, 2012, Fiqih Kuliner, Al kautsar, Jakarta
Almatsier
Sunita, 2009, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Mahran
Jamaluddin, 2006, Al Qur’an Bertutur Tentang Makanan dan Obat-Obatan, Mitra
Pustaka, Yogyakarta