Jumat, 04 September 2015

Artikel Islam dan Sains

Makanan Dalam Perspektif Islam

Oleh : Ladyamayu Pinasti

A.   A. Makna Makanan



          Dalam Al-Qur’an Penyebutan kata makanan yang sering dipakai adalah “akala, Adapun kata-kata lain yang mengadopsi arti makanan dalam hadis sering di jumpai dengan kata”ghidza”. Makanan dalam bahasa arab yakni, at'imah. Kata At'imah merupakan jamak dari katatha’am yang menurut etimologi berarti segala sesuatu atau apa-apa yang bisa dimakan.
          Menurut bahasa makanan adalah nomina yang di sandang pada sesuatu yang dapat dimakan dan mendukung kesehatan badan (Thawilah, 2012)
          Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan unsur – unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi leh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2019).
           Makanan adalah pemelihara kehidupan, semua makhluk hidup yang diciptakan Allah SWT di permukaan bumi, baik manusia, binatang maupun tumbuhan mutlak memerlukannya. Makanan memberikan kekuatan essensial bagi kehidupannya, menyuplai unsur – unsur yang akan membentuk sel tubuhnya dan memperbaharui yang rusak. (Mahran, 2006)
  BHukum Mengkonsumsi Makanan
      Segala sesuatu yang diperbuat seseorang dalam hidupnya, oleh Islam siikat dengan tujuan mulia kehidupannya, yaitu beribadah kepada Allah SWT. Mngkonsumsi makanan merupakan cara untuk menjaga kelangsungan hidup dan memelihara kesehatan. Dengan begitu, ia bisa bertaqwa, taat `d`an`` beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, hokum mengkonsumsi makanan beda-beda, sesuai kondisi masing-masing orang.
        Ada makanan yang dihukumi wajib, yaitu jika tidak mengkonsumsinya mengakibatkan kematian. Maka, barangsiapa menolak memakan bangkai dalam keadaan darurat hingga menyebabkan kematian, ia berdosa.  Selain itu, ada yang dihukumi lazim mu’akkad (harus), yaitu untuk menjaga agar mampu shalat sambil berdiri damudahkannya berpuasa. Jadi tidak boleh seseorang melakukan diet sedemikian rupa sehingga mengakibatkannya tidak mampu beribadah.
     Ada yang dihukumi mubah, yaitu yang menyebabkan kenyang untuk menambah kekuatan badan, Maka tidak mengapa setelah  atau sebelum makan nasi ditambah buah-buahan. Ada juga yang dihukumi makruh, yaitu yang melebihi batas kenyang, kecuali untuk tujuan agar besok kuat berpuasa atau mendorong agar tamu menyantap makanan tanpa malu-malu. Akan tetapi ada juga yang dihukumi haram, yaitu yang berlebihan sampai memahayakan badan.
C, Substansi – Substansi yang Dilarang dan Diperbolehkan dalam Al-Qur’an

         Allah SWT mengizinkan orang-orang mukmin mengkonsumsi makanan yang baik, yang bermanfaat bagi badan. Di sisi lain, Allah SWT mengharamkan segala sesuatu yang buruk sewaktu masih ada pilihan, karena bisa membahayakan badan atau agama. Segala sesuatu yang diharamkan syariat, dihukumi haram karena keburukan yang dikandungnya, baik berupa najis maupun lainnya. Segala sesuatu yang di perbolehkan, berarti baik dan boleh dikonsumsi.

Di dalam Al-Qur’an Allah SWT bersabda :

يَسْئَلُونَكَ ما ذا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّباتُ وَ ما عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوارِحِ مُكَلِّبينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَ اذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَريعُ الْحِسابِ

Mereka menanyakan kepadamu:" Apakah yang dihalalkan bagi mereka" Katakanlah:" Dihalalkan bagimu yang baik- baik dan ( buruan yang ditangkap ) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu ( waktu melepasnya ). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya".(An-Nahl ayat 4)

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّباتُ وَ طَعامُ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ حِلٌّ لَكُمْ وَ طَعامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَ الْمُحْصَناتُ مِنَ الْمُؤْمِناتِ وَ الْمُحْصَناتُ مِنَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنينَ غَيْرَ مُسافِحينَ وَ لا مُتَّخِذي أَخْدانٍ وَ مَنْ يَكْفُرْ بِالْإيمانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَ هُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخاسِرينَ

"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik- baik. Makanan ( sembelihan ) orang- orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka.( Dan dihalalkan mengawini ) wanita- wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita- wanita yang beriman dan wanita- wanita yang menjaga kehormatan di antara orang- orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak( pula )menjadikannya gundik- gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman ( tidak menerima hukum- hukum Islam ) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang- orang merugi".(An Nahl ayat 5)

Daftar Pustaka :

 A.T. Wahab Abdul, 2012, Fiqih Kuliner, Al kautsar, Jakarta
Almatsier Sunita, 2009, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Mahran Jamaluddin, 2006, Al Qur’an Bertutur Tentang Makanan dan Obat-Obatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta